Episode 1 Novel Tanah Yang Berliku
Episode 1 Novel Tanah yang berliku - HAI sahabat BLOGGER JEMO LINTANK, Kali ini mimin menulis Novel pertama nih, ini beliau Episode 1 dari Novel tanah yang berliku. Silahkan dibaca.
Kecelakaan yang mengerikan
“Gubrakkk!!!“ Suara motor kami jatuh diterjang mobil, saya hanya sadar sebentar, menahan rasa sakit yang tidak tertahan, melihat abang Aan tergeletak di samping, mulutku tidak bisa menyampaikan apa-apa, tidak sadarkan diri.
Awalnya kakakku Vicky dan teman-temannya yang lain menolak mengajak saya jalan-jalan. Tapi alasannya yaitu saya yang keukeh ingin ikut bersama mereka, risikonya saya diperbolehkan.
Hari itu sudah petang, sekitar jam empat. Jam segini yaitu waktu yang sempurna untuk jalan-jalan, mencuci mata, merefresh pikiran. Melihat keadaan desa sebelah.
Hari kelihatan cerah, matahari sudah tidak terlalu panas. Kami berangkat memakai motor, ada sekitar 8 orang yang ikut termasuk kak Aan dan Kak Vicky. Menggunakan 4 Sepeda motor, masing-masing berdua.
“Oii kak Aan, bisakah sedikit lebih lambat?“ Teriakku ketakutan karena kak Aan melaju laksana kilat.
“Iya-iya, dasar penakut“ Kak Aan sedikit melambatkan laju sepeda motornya.
Sial. Tiba-tiba ada sebuah kendaraan beroda empat yang glamor –aku tak tahu kendaraan beroda empat apa itu, sudah niscaya kepunyaan orang kaya– melaju dengan kecepatan yang tinggi dari belakang. ia lepas kendali, mungkin alasannya yaitu ia mabuk. Lalu menerjang kami. Dan seterusnya saya sudah tidak sadarkan diri.
Saat sadar kepalaku sudah di perban, sakit sekali. Kaki susah untuk digerakkan. Tangan luka-luka, jarum infus bersarang di kulit, ternyata saya dirumah sakit. Keluarga sudah berkumpul di disamping. Mamak tersenyum melihatku sudah sadar, tapi sorot mata mamak yang begitu murung tak bisa ia sembunyikan. Kak vicky, bapak, kakek, dan Mancik Anton –Adik bapak-- juga tersenyum ke arahku, dengan sorot mata yang sama sedihnya. Mamak bilang saya sudah koma selama 5 hari.
“Kak Aan kemana mak?“ Tanyaku yang tak melihat Kak Aan disitu.
Kak aan yaitu anak dari adik mamak. Ibu dan bapaknya telah meninggal dikala umurnya masih 3 tahun, kedua orang tuanya meninggal alasannya yaitu kecelakaan juga, dikala mereka hendak pergi kepasar memakai motor, sebuah kendaraan beroda empat juga menabrak mereka, supirnya kabur entah kemana, kedua orang tuanya meninggal di tempat, tapi gila kak Aan selamat tanpa luka yang terlalu parah. Makara ia di asuh oleh bapak dan mamak.
Meskipun begitu kak Aan sudah saya anggap sebagai abang sendiri, bapak dan mamak juga sudah menganggapnya sebagai anaknya sendiri, tidak pilih kasih, tidak pernah membedakan. Bahkan saya jauh lebih bersahabat dengan kak Aan dibanding dengan kak Vicky, alasannya yaitu kak Vicky selalu sering menganggu.
Waktu itu kak Aan dan Kak vicky kelas 3 SMP, berumur 14 tahun. Aku gres berumur 9 tahun kelas 5 SD.
“Kak Aan lagi di rawat di kamar sebelah“ Mamak menjawab berat. Seperti menutupi sesuatu.
***
Dua bulan kemudian saya sudah diperbolehkan pulang kerumah, kakiku sudah sembuh. Beruntung tidak patah. Kepala masih di perban, masih sakit. Dirumah banyak tetangga yang tiba ke rumah, ingin melihat kondisiku. Dan teman-teman dari kak Vicky juga datang.
“Kak Aan belum pulang mak?“ Aku bertanya lagi ke mamak yang tengah sibuk menjawab banyak sekali pertanyaan dari tetangga.
“Belum Sayang“ Mamak menjawab pendek, Mengusap rambutku, dengan tatapan sedih.
“Aku ingin mengunjungi kak Aan mak“ Desakku. Aku rindu abang yang satu itu.
“Emm .... Rio belum makan kan?“ Bapak mendekat, menenangkan saya yang rewel ingin mengunjungi kak Aan. Aku mengangguk. “Nah ayo kita makan dulu, besok-besok gres kita mengunjungi kak Aan“. Bapak mengajak ke dapur. Aku ikut.
Besoknya, saya sudah bisa sekolah. Perban di kepalaku sudah dilepas, walaupun lukanya belum terlalu sembuh. Kata mamak biar lukanya cepat kering.
“RIOO“ Teriak Indra, Delta, Gustin dan Alex menyambut ketika saya gres menginjak di gerbang sekolah. Tak ketinggalan juga Veti, Ello, Jeni, dan Anggi, mereka yaitu teman-temanku waktu SD dan SMP. Memberikan senyum hangat kepadaku. Sekarang Indra kelas 6 SD. Delta dan Gustin kelas 4. Alex, Veti, Ello, Jeni, dan Anggi sekelas dengan Aku kelas 5.
Sungguh, saya sangat berterima kasih kepada mereka, semua pelajaran yang ketinggalan selama saya dirawat telah dikerjakan oleh mereka. Mereka yaitu sobat yang biasa diandalkan, sahabat sejatiku.
“Rio kau sudah ziarah ke kuburan kak Aan belum?“ Delta menanyaiku yang lagi duduk di depan kelas waktu istirahat, teman-teman yang lain melotot. Kenapa di kasih tahu? Ember sekali ekspresi kau. Delta menutup mulutnya. Upss !
Sontak kata-kata Delta barusan membuatku terdiam, tak sanggup berkata apa-apa, air mata bergelayut, maksudnya kak Aan telah meninggal? Astaga, Makara selama ini mamak dan bapak telah bohong? saya eksklusif berlari pulang, tak perduli dikala itu waktu istirahat di sekolah.
Jarak dari sekolah dan rumah bapak sangat dekat, cuman puluhan meter, saya berlari pulang kerumah, emosi menyelimuti.
“MAMAK BOHONNG“ Aku berteriak kesal ke mamak yang tengah menjemur pakaian, di depan rumah. Mamak kaget.
“Ada apa sayang?“
“Kenapa? Kenapa Mamak berbohong perihal kak Aan? Kenapa mamak tidak bilang bahwa kak Aan bergotong-royong sudah meninggal“ Aku menangis sekencang-kencangnya kepada mamak. Meluapkan kekesalan yang amat sangat. Kepalaku lagi-lagi terasa sakit, sepintas teringat dengan kecelakaan tersebut. terasa sakit tak tertahankan. Terjatuh. Pingsan.
Saat saya sadar, Bapak, Mamak dan Kak Vicky berada disamping, tersenyum lembut. Aku menangis tanpa suara. Hanya air mata yang menunjukkan bahwa saya sangat sedih.
“Maaf kan mamak Rio, mamak hanya ingin menunggu waktu yang sempurna biar kau tidak stress berat lagi.“ Mamak mengelus rambutku. Menjelaskan.
Hari ini terasa panjang, malam pun akan terasa panjang. Ini hari yang benar-benar menyedihkan. Air mataku bercucuran membanjiri wajah. Melihat langit-langit di rumah, menerabas jauh ke langit yang tinggi, kak Aan kenapa kau pergi?
Terdengar bunyi kendaraan beroda empat yang berhenti di depan rumah, kak Vicky ke depan membuka pintu. “Siapa Ky“ Tanya Mamak. “Ambulance mak, membawa kak AKIHIKO“.
“Dia siapa mak?“ Aku menunjuk Seseorang yang gres turun dari ambulance, mengusap air mata.
Kalau pintu dibuka dari sini kalian bisa melihat eksklusif keluar. Karena saya sedang tiduran di ruang tengah yang sempurna berlurusan dengan pintu.
Keadaannya sangat parah, kaki dibalut, mungkin patah. Perlu beberapa ahad semoga beliau bisa berjalan lagi, kini ia masih memakai bangku roda. Dan hei, beliau tidak menyerupai orang desa sini.
“Kak AKIHIKO“ Kata mamak menoleh ke arahnya. Bapak ke depan menyambut kedatangannya, mendorong bangku rodanya untuk masuk kedalam. Tetangga mulai berdatangan lagi kerumah, hendak melihat. Bisik-bisik tetangga terkadang sayup terdengar, heran kepada bapak. “Kenapa kau baik sekali. Jelas-jelas beliau sudah membunuh Anak kau Aan –Tetangga disini juga sudah menganggap Kak Aan sebagai anak kandung bapak dan mamak– Juga sudah hampir membunuh anak kau Rio, kenapa kau tidak menjebloskannya ke penjara, oii kenapa kau terbelakang sekali Johan.“
Bapak hanya tersenyum, berkata “Tidak ada gunanya membalas dendam, tidak akan menciptakan yang sudah terjadi kembali lagi. Ada banyak alasan kenapa saya mau memaafkan dan mau menampung beliau disini, pertama alasannya yaitu tidak ada orang yang mau kecelakaan. Menurut polisi beliau menabrak bukan alasannya yaitu beliau mabuk, tapi alasannya yaitu beliau terlalu mengantuk. Kedua, lihatlah, beliau terluka parah, bagaimana mungkin saya bisa menjebloskannya ke penjara. Tiga, kini beliau lupa ingatan dan hanya ingat namanya saja. Dan keempat Aku percaya setiap kebaikan akan terbalas pula dengan kebaikan, mungkin beliau tidak bisa membalasnya. Tapi saya yakin Tuhan akan membalas setiap kebaikan yang kita perbuat. “
Jika kau ingin tau kelanjutannya, silahkan komentar, "MAU DONGGGG.." :)
0 Response to "Episode 1 Novel Tanah Yang Berliku"
Post a Comment